• Wamena Berdarah : Solusi Penyelesaian Masalah Wamena 2003 Yang Seharusnya Bisa Dilakukan

    Wamena


    Solusi Penyelesaian masalah Wamena 2003



    Masalah HAM di wamena 2003 merupakan pelanggaran HAM berat, diatur dalam undang-undang yakni pasal 9 UU No. 26 tahun 2000 (unsur kejahatan kemanusiaan). Beberapa solusi yang tepat diharapkan mampu untuk menangani dan menyelesaikan kasus Wamena Berdarah 2003 untuk penegakan HAM serta tanggung jawab terhadap korban beserta keluarga korban. Berikut adalah beberapa solusinya:



    1. Pemerintah segera membentuk pengadilan ad hoc untuk menangani kasus tersebut. Dalam Penyelesaian Masalah Hak Asasi Manusia yang diatur dalam UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia memberikan ketentuan sebagai berikut: 



    Pasal 18 


    (1) Penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. 


    (2) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam melakukan penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat membentuk tim ad hoc yang terdiri atas Komisi Hak Asasi Manusia dan unsur masyarakat. 



    Pasal 19 


    (1) Dalam melaksanakan penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, penyelidik berwenang: 


    a. Melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia yang berat; 


    b. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang atau kelompok orang tentang terjadinya pelanggaran hak asasi manusia yang berat, serta mencari keterangan dan barang bukti;


    c. Memanggil pihak pengadu, korban, atau pihak yang diadukan untuk meminta dan didengar keterangannya;


    d. Memanggil saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya;


    e. Meninjau, dan mengumpulkan keterangan ditempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu; 


    f. Memanggil pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya. 



    Dalam pasal ini menentukan bahwa dalam pelaksanaan penyidikan perkara Hak Asasi Manusia diselenggarakan oleh Komisi nasional Hak Asasi Manusia dengan membentuk Tim Ad hoc yang terdiri dari komisi nasional Hak Asasi Manusia dan unsur anggota masyarakat sehingga berjalan nya penyidikan ini juga tidak terpaut atas keputusan komisi nasional Hak Asasi Manusia tetapi juga dari elemen masyarakat yang tergabung dalam tim Ad hoc yang dibentuk



    2. Pemberian ganti rugi atas adanya kasus tersebut yang banyak memakan korban karena pengusiran dari kampung halaman sehingga terserang penyakit, kelaparan, dan kematian, pembunuhan, penyiksaan, dll. Sehingga keluarga korban yang masih hidup atau keluarga korban mendapat keadilan atas kasus yang dialaminya.



    3. Kejaksaan Agung dan Komnas HAM agar segera melakukan koordinasi yang baik untuk mendorong kemajuan yang berarti bagi proses hukum kasus Wamena dan Wasior dan hentikan sandiwara lempar-melempar berkas kasus sebagai langka memperkokoh lingkaran impunitas.



    4. Pemerintah Daerah Provinsi Papua, DPRP, Komnas HAM Daerah Papua dan Majelis Rakyat Papua agar segera mengambil langka nyata untuk mendorong kasus ini ke Pengadilan HAM dan mengevaluasi seluruh kejahatan Negara di Tanah Papua. Tahapan penyelidikan dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah kewenangan Komnas HAM berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 yang hasilnya selalu merekomendasikan adanya pelanggaran HAM. Komnas HAM dalam menjalankan perannya melakukan penyelidikan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM yang dibuktikan dengan rekomendasi-rekomendasi Komnas HAM dalam kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia. 



    5. Dewan Perwakilan Rakyat Papua dan Gubernur untuk segera membuat perda dan perdasi tentang hak-hak  reparasi dan perlindungan bagi Korban Kejahatan HAM di Tanah Papua.



    6. Segera membentuk Pengadilan HAM di Papua. Langkah hukum bisa didorong melalui sisi hukum acara sesuai amanat UU RI No.26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dan UU RI No.8 tahun 1981 tentang KUHAP. Bentuk Pertanggungjawaban Pelaku: Komandan Militer dan atasan Polisi atau Sipil. Salah satu delik penting dalam UU No. 26 Tahun 2000 adalah ketentuan mengenai tanggungjawab komando atasan polisi dan sipil lainnya. Dengan demikian pelaku kejahatan ini bukan hanya pelaku lapangan tetapi juga pihak lain yang merencanakan, mendukung atau terlibat dalam kejahatan tersebut.



    7. Menggunakan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Peradilan Hak Asasi Manusia yang merupakan sebuah produk ideal yang memberi harapan untuk memulihkan hubungan antara pemerintah pusat dengan masyarakat Papua secara bertahap dan menyeluruh. UU cukup banyak memuat aturan yang berusaha untuk meningkatkan posisi dan kesejahteraan penduduk asli Papua, antara lain dengan menetapkan perlindungan hak-hak bagi masyarakat. Bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi pada peristiwa di Wamena yaitu 


    hak atas hidup (Pasal 28I ayat 1 UUD 1945 jo Pasal 9 UU No 39 Tahun 1999) 


    hak atas kepemilikan (Pasal 36 UU No. 39 Tahun 1999) 


    hak atas rasa aman (Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 jo Pasal 30 UU No 39 Tahun 1999).


  • 0 comments:

    Posting Komentar

    Quotes

    Berbanding tipis antara merdeka untuk ego dan merdeka untuk kebermanfaatan orang lain, silahkan pilih kemerdekaanmu.

    ADDRESS

    Perumnas Gardena Blok A No.112 Firdaus, Kab. Serdang Bedagai

    EMAIL

    hamdanirizkydwi@student.ub.ac.id
    hamdanirizkydwi@gmail.com

    TELEPHONE

    -

    Instagram

    @rizky_dham