• Sejarah Tafsir dan Perkembangan Tafsir Kontemporer : Tafsir Pada Zaman Nabi, Sahabat, Tabi`in, Masa Pembukuan

    Sejarah Tafsir dan Perkembangan Tafsir Kontemporer


    1. Sejarah Perkembangan Tafsir


      i.     Tafsir Pada Zaman Nabi

    Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab sehingga mayoritas orang Arab mengerti makna dari ayat-ayat Al-Qur’an. Sehingga banyak diantara mereka yang masuk Islam setelah mendengar bacaan Al-Qur’an dan mengetahui kebenarannya. Akan tetapi tidak semua sahabat mengetahui makna yang terkandung dalam Al-Qur’an, antara satu dengan yang lainnya sangat variatif dalam memahami isi dan kandungan Al-Qur’an. Sebagai orang yang paling mengetahui makna Al-Qur’an, Rasulullah selalu memberikan penjelasan kepada sahabatnya, sebagaimana firman Allah ,” keterangan-keterangan (mu’jizat) dan kitab-kitab, dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan, (QS. 16:44).



    Contohnya hadits yang diriwayatkan Muslim dari Uqbah bin ‘Amir berkata : “Saya mendengar Rasulullah berkhutbah diatas mimbar membaca firman Allah :


    وأعدوا لهم ما استطعتم من قوة       



    kemudian Rasulullah bersabda :



    ألا إن القوة الرمي



    “Ketahuilah bahwa kekuatan itu pada memanah”.



    Juga hadits Anas yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim Rasulullah bersabda tentang Al-Kautsar adalah sungai yang Allah janjikan kepadaku (nanti) di surga.



      ii.     Tafsir Pada Zaman Sahabat



    Adapun metode sahabat dalam menafsirkan Al-Qur’an yaitu, Menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, menafsirkan Al-Qur’an dengan sunnah Rasulullah, atau dengan kemampuan bahasa, adat apa yang mereka dengar dari Ahli kitab (Yahudi dan Nasroni) yang masuk Islam dan telah bagus keislamannya.



    Diantara tokoh mufassir pada masa ini adalah: Khulafaurrasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali), Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair dan Aisyah. Namun yang paling banyak menafsirkan dari mereka adalah Ali bin Abi Tholib, Abdullah bin Mas’ud dan Abdullah bin Abbas yang mendapatkan do’a dari Rasulullah.



    Penafsiran sahabat yang didapatkan dari Rasulullah kedudukannya sama dengan hadist marfu’. Atau paling kurang adalah Mauquf.



      iii.     Tafsir Pada Zaman Tabi’in



    Metode penafsiran yang digunakan pada masa ini tidak jauh berbeda dengan masa sahabat, karena para tabi’in mengambil tafsir dari mereka. Dalam periode ini muncul beberapa madrasah untuk kajian ilmu tafsir diantaranya:



    1)- Madrasah Makkah atau Madrasah Ibnu Abbas yang melahirkan mufassir terkenal seperti Mujahid bin Jubair, Said bin Jubair, Ikrimah Maula ibnu Abbas, Towus Al-Yamany dan ‘Atho’ bin Abi Robah.



    2)- Madrasah Madinah atau Madrasah Ubay bin Ka’ab, yang menghasilkan pakar tafsir seperti Zaid bin Aslam, Abul ‘Aliyah dan Muhammad bin Ka’ab Al-Qurodli. Dan 3)- Madrasah Iraq atau Madrasah Ibnu Mas’ud, diantara murid-muridnya yang terkenal adalah Al-Qomah bin Qois, Hasan Al-Basry dan Qotadah bin Di’amah As-Sadusy.



    Tafsir yang disepakati oleh para tabiin bisa menjadi hujjah, sebaliknya bila terjadi perbedaan diantara mereka maka satu pendapat tidak bisa dijadikan dalil atas pendapat yang lainnya.


    iv.     Tafsir Pada Masa Pembukuan


    Pembukuan tafsir dilakukan dalam lima periode yaitu;


    Periode Pertama, pada zaman Bani Muawiyyah dan permulaan zaman Abbasiyah yang masih memasukkan ke dalam sub bagian dari hadits yang telah dibukukan sebelumnya.



    Periode Kedua, Pemisahan tafsir dari hadits dan dibukukan secara terpisah menjadi satu buku tersendiri. Dengan meletakkan setiap penafsiran ayat dibawah ayat tersebut, seperti yang dilakukan oleh Ibnu Jarir At-Thobary, Abu Bakar An-Naisabury, Ibnu Abi Hatim dan Hakim dalam tafsirannya, dengan mencantumkan sanad masing-masing penafsiran sampai ke Rasulullah, sahabat dan para tabi’in.



    Periode Ketiga, Membukukan tafsir dengan meringkas sanadnya dan menukil pendapat para ulama’ tanpa menyebutkan orangnya. Hal ini menyulitkan dalam membedakan antara sanad yang shahih dan yang dhaif yang menyebabkan para mufassir berikutnya mengambil tafsir ini tanpa melihat kebenaran atau kesalahan dari tafsir tersebut. Sampai terjadi ketika mentafsirkan ayat



    غير المغضوب عليهم ولاالضالين



    ada sepuluh pendapat, padahal para ulama’ tafsir sepakat bahwa maksud dari ayat tersebut adalah orang-orang Yahudi dan Nasroni.



    Periode Keempat, pembukuan tafsir banyak diwarnai dengan buku-buku tarjamahan dari luar Islam. Sehingga metode penafsiran bil aqly (dengan akal) lebih dominan dibandingkan dengan metode bin naqly ( dengan periwayatan). Pada periode ini juga terjadi spesialisasi tafsir menurut bidang keilmuan para mufassir. Pakar fiqih menafsirkan ayat Al-Qur’an dari segi hukum seperti Alqurtuby. Pakar sejarah melihatnya dari sudut sejarah seperti ats-Tsa’laby dan Al-Khozin dan seterusnya.



    Periode Kelima, tafsir maudhu’i yaitu membukukan tafsir menurut suatu pembahasan tertentu sesuai disiplin bidang keilmuan seperti yang ditulis oleh Ibnu Qoyyim dalam bukunya At-Tibyan fi Aqsamil Al-Qur’an, Abu Ja’far An-Nukhas dengan Nasih wal Mansukh, Al-Wahidi Dengan Asbabun Nuzul dan Al-Jassos dengan Ahkamul Qur’annya.



     2.    Sejarah Perkembangan Tafsir Kontemporer

    Abad ke- 19 atau abad ke-15 adalah abad dimana dunia Islam mengalami kemajuan di berbagai bidang. Termasuk diantaranya adalah bidang tafsir, banyak karya-karya tafsir yang terlahir dari ulama Islam di abad itu.



    Kajian tentang Al-Qur`an dalam khazanah intelektual Islam memang tidak pernah mandeg. Setiap generasi memiliki tangung jawab masing-masing untuk menyegarkan kenbali kajian sebelumnya, yang di anggap out date.



    Kemunculan metode tafsir kontemporer diantaranya dipicu oleh kekhawatiaran yang akan ditimbulkan ketika penafsiran Al-Qur`an dilakukan secara tekstual, dengan mengabaikan situasi dan latarbelakang turunnya suatu ayat sebagai data sejarah yang penting. Shah waliyullah ( 1701-1762 ) seorang pembaharu islam dari Delhi, merupakan orang yang berjasa dalam memprakarsai penulisan tafsir “Modern” , dua karyanya yang monumental, yaitu, Hujjah al balighah dan Ta`wil al Hadits fi rumuz Qishash al Anbiya, adalah karya yang memuat tentang pemikiran modern. 



    Tidak sia-sia usaha ini telah merangsang para pembaharu lainnya untuk berbuat hal serupa , maka di Mesir, munculah tafsir Muhammad Abduh, Rasyid ridha, Ahmad Khalaf, dan Muhammad Kamil Husain. Di belahan Indo-Pakistan, kita mengenal tokoh seperti Abu Azad, Al Masriqqi, G.A Parws, dan sederetan tokoh lainnya. Di penjuru Timur Tengah, semisal Amin Al Khull ( w. 1978 ), Hasan Hanafi ( wafat . Bita Shathi ( w. 2000 ), Nasr Abu Zayd ( lahir. 1942 ), Muhammad Shahrur, dan Fazlur Rahman.


  • 0 comments:

    Posting Komentar

    Quotes

    Berbanding tipis antara merdeka untuk ego dan merdeka untuk kebermanfaatan orang lain, silahkan pilih kemerdekaanmu.

    ADDRESS

    Perumnas Gardena Blok A No.112 Firdaus, Kab. Serdang Bedagai

    EMAIL

    hamdanirizkydwi@student.ub.ac.id
    hamdanirizkydwi@gmail.com

    TELEPHONE

    -

    Instagram

    @rizky_dham