• Sistem Kekerabatan Masyarakat di Indonesia dan Pengaruhnya Terhadap Hukum Waris Islam

    Sistem Kekerabatan Masyarakat di Indonesia dan Pengaruhnya Terhadap Hukum Waris Islam


    Sistem Kekerabatan Masyarakat di Indonesia dan Pengaruhnya Terhadap Hukum Waris Islam



    Suku Bangsa Batak Orang Batak menghitung hubungan keturunan berdasarkan prinsip keturunan patrilineal. Di dalam sistem kekerabatan masyarakat adat Batak dikenal apa yang dinamakan Marga. Marga merupakan penanda yakni suatu nama yang diwariskan oleh nenek moyang suatu kelurga kepada keturunan atau ahli warisnya. Marga dapat berarti klan besar dan dapat pula klan kecil. Banyak sekali dikenal marga-marga diantaranya Sitompul, Sinaga, Harahap, Tobing, Pohan dan lain-lain. Yang menarik Marga Pohan merupakan satu-satunya marga yang disandang suatu kelurga yang telah kehilangan status marganya. 



    Artinya, oleh karena suatu hal seseorang yang notabenenya adalah orang batak namun mereka sudah tidak tahu lagi nama marga yang seharusnya disandang. Tidak menutup kemungkinan suatu kelak apabila suatu kelurga Pohan telah menemukan keluarga aslinya ataupun marganya, dengan begitu keluarga tersebut dapat menyandang marganya yang sebenarnya. Pada suku batak ada suatu hubungan anatara kelompok-kelompok kekerabatan yang mantap. 



    Kelompok kerabat tempat istrinya berasal. Pada orang Batak Toba disebut hula-hula atau kalimbubu untuk orang Karo (kelompok pemberi gadis). Sedangkan kelompok penerima gadis disebut beru atau boru. Serta kelompok yang bersaudara disebut sabutha. Suatu upacara adat tidaklah sempurna kalau ketiga kelompok itu tidak hadir didalamnya (pesta perkawinan, kematian dan sebagainya).



    Suku Bangsa Minangkabau Masyarakat Minangkabau garis keturunannya adalah matrilineal yaitu seseorang akan masuk keluarga ibunya bukan ayahnya. Seorang perempuan memiliki kadudukan istimewa di dalam kaum yang menguasai harta pusaka adalah ibu. 



    Orang sesuku tidak boleh menikah sehingga jodoh harus dipilih dari luar suku. Perkawinanan dalam masyarakat Minangkabau tergolong unik karena tidak mengenal mas kawin, tetapi justru dikenal dengan uang jemput, yaitu pemberian sejumlah uang atau barang dari pihak pengantin perempuan kepada mempelai laki-laki. Perempuan

     


    Secara alamiah adalah makhluk yang lemah bila dibandingkan laki-laki, namun memiliki kelebihan yakni teliti, hemat, pandai menggunakan harta untuk berbagai keperluannya. Oleh karena itu, kekerabatan matrilineal memberikan kuasa penuh dalam penggunaan harta pusaka kepada kaum perempuan. 



    Dalam perkawinan, suami yang datang ke rumah istri dan jika bercerai maka suamilah yang meningalkan rumah. Wanita tertua dijuluki limpapoh atau amban puruak. Ia mendapat kehormatan sebagai penguasa seluruh harta kaum. Pembagian harta diatur olehnya. Sedangkan laki-laki tertua dijuluki tunggunai yang berkuasa untuk memelihara, mengolah, mengembangkan harta milik kaum tetapi tidak untuk digunakannya.



    Suku Bangsa Jawa Sistem kekerabatan menggunakan prinsip keturunan bilateral atau parental, sedangkan istilah kekerabatannya diklasifikasikan menurut angkatannya. Sebutan untuk semua kakak laki-laki dan perempuan serta suami dan istrinya dari pihak ayah atau ibu disebut siwa atau uwa. Adapun adik ayah atau adik ibu disebut paman dan yang perempuan disebut bibi. Pada masyarakat suku bangsa Jawa dilarang adanya perkawinan antara sekandung. 



    Namun ada perkawinan yang diperbolehkan adalah perkawinan seorang duda dengan adik atau akak mendiang istrinya yang disebut perkawinan nggenteni karang wulu atau perkawinan sororat. Sistem keluarga inti pada suku bangsa Jawa juga terdapat sistem keluarga luas atau extended family, yaitu dalam satu rumah tinggal dua atau tiga keluarga inti yang dikepalai oleh satu kepala somah. Bentuk kekerabatan yang lain nak-dulur atau sanak sadulur, kelompok kekerabatan ini terdiri atas kerabat keturunan dari seorang nenek moyang sampai derajat ketiga. Kelompok ini memiliki tradisi tolong-menolong yang sangat tinggi dalam peristiwa penting dalam keluarga. 



    Masyarakat Jawa juga mengenal alur waris yaitu semua kerabat sampai tujuh turunan sejauh masih dikenal tempat tinggalnya. Tugas alur waris adalah memelihara makam leluhur, biasanya satu alur waris tinggal di desa tempat makam leluhur. Pada umunya suku bangsa Jawa tidak mempersoalkan tempat menetap setelah pernikahan seseorang akan merasa bangga jika setelah pernikahan mereka memiliki tempat tinggal baru. Namun pada kenyataannya banyak yang terjadi setelah pernikahan, mempelai akan tinggal di sekeliling kerabat istri.



    Suku Bangsa Bali Perkawinan yang ada di Bali lebih bersifat endogami klan. Menurut adat lama yang dipengaruhi sistem kasta (wangsa) perkawinan dapat dilakukan diantara warga se-klan atau sederajat dalam kasta. Contohnya anak dari wanita kasta yang tinggi harus dijaga jangan sampai menikah dengan pria yang lebih rendah kastanya, karena perkawinan semacam ini akan membawa malu keluarga dan akan menjatuhkan gengsi seluruh kasta dari anak tersebut. 



    Dahulu jika terjadi perkawinan campuran yang demikian maka wanita itu akan dinyatakan keluar dari dadia (klan) dan dihukum di buang (maselong) untuk beberapa lama ke tempat yang jauh. Namun sejak 1951 hukuman tersebut tidak dijalankan lagi. Dan perkawinan campuran kasta relatif banyak dilakukan.


  • 0 comments:

    Posting Komentar

    Quotes

    Berbanding tipis antara merdeka untuk ego dan merdeka untuk kebermanfaatan orang lain, silahkan pilih kemerdekaanmu.

    ADDRESS

    Perumnas Gardena Blok A No.112 Firdaus, Kab. Serdang Bedagai

    EMAIL

    hamdanirizkydwi@student.ub.ac.id
    hamdanirizkydwi@gmail.com

    TELEPHONE

    -

    Instagram

    @rizky_dham